Sunday, August 31, 2008

Hari Ini, Hari Terbaik


Di sejumlah daerah, ada orang yang mencari hari terbaik untuk melakukan berbagai kegiatan. Ada hari baik untuk menikah. Hari baik untuk bercocok tanam, membangun rumah dan masih banyak lagi yang lain. Sayangnya, saya tidak pernah bertemu - kendati sudah tanya sana sini - ada hari terbaik untuk menjalani hidup dan kehidupan.

Saya punya seorang rekan yang teramat jarang memiliki rasa senang. Ketika di Jakarta, dia fikir di Bali lebih enak. Setiap kali bangun di pagi hari, ia selalu berharap ada mukjizat di hari itu. Hampir setiap hari yang ia jalani, diisi penuh dengan harapan : besok baru datang kebahagiaan.

Sebagai hasilnya, tubuhnya banyak sekali dimakan oleh fikirannya. Penyakit sering datang berkunjung. Stress apa lagi, ia datang tanpa pernah mengenal tahu diri.

Setahun lebih setelah krisis melanda republik ini, saya menemukan semakin banyak manusia yang mirip dengan rekan di atas. Tatapan mata kosong. Penuh harap akan masa depan. Dan, tidak melihat satu titik cahaya terangpun di hari ini.

Sebagaimana saya tulis di buku saya berjudul Sukses Berdasarkan Prinsip Sungai, dalam bahasa Inggris masa lalu di sebut past - telah lewat. Masa depan diberi nama future - belum jelas. Dan masa sekarang diberi judul present, alias hadiah. Bila diandaikan dengan uang, masa lalu adalah cek yang sudah kadaluwarsa. Masa depan, mirip dengan cek dengan tanggal yang akan datang. Satu-satunya uang tunai yang tersedia adalah hari ini. Ia adalah hadiah yang diberikan Tuhan ke kita.

Bayangkan jika Anda memberi hadiah ke orang lain. Kemudian,ia mencacampakkan hadiah tersebut di hadapan Anda. Nah, orang-orang yang tidak menghargai hari ini, setali tiga uang dengan manusia yang mencampakkan hadiah di depan mata pemberi hadiah.

Sebuah pepatah pernah menyatakan : ‘kita tidak pernah melewati sungai yang sama dua kali’. Ini benar, sebab tiap detik air sungai berganti. Demikian juga dengan waktu, tiap detik yang lewat tidak akan pernah bisa terulang kembali.

Karena tidak bisa diulang lagi, satu-satunya pilihan yang tersedia buat kita hanya satu : menikmatinya !. Ketika artikel ini sedang dibuat, saya sedang mendengar bunyi hujan yang jatuh menimpa atap rumah. Burung gereja duduk bertengger di kabel telepon saling mengasihi dengan yang lain. Air sungai di belakang rumah mendekati penuh. Bunga teratai di halaman rumah sedang mengembang. Saya mencoba membuat rangkaian yang bisa menjadikan detik itu nikmat. Kombinasi antara suara hujan, cicit burung gereja serta gemercik air di sungai, merajut sebuah kesejukan hidup yang memaksa saya berucap lirih : terimakasih Tuhan.


Secara materi, memang ada banyak manusia yang lebih kaya dibandingkan dengan saya. Mobil tetangga lebih bagus. Sebagian rumah mereka lebih mewah. Namun, rajutan kehidupan yang menempatkan suara hujan, cicit burung dan gemercik air sungai sebagai sebuah kesejukan, boleh jadi, hanya milik saya seorang diri.

Ketika kejenuhan datang berkunjung, saya menyiasatinya dengan mengobrol kecil bersama satpam, tukang kebun, atau malah pergi ke rumah sakit serta melewati kuburan. Salah satu alasan kenapa saya tinggal di Bintaro Jaya, karena setiap datang dan pergi harus melewati kuburan Tanah Kusir. Dan, tidak ada cahaya pantulan refleksi kehidupan yang lebih besar dibandingkan kuburan.

Sejumlah rekan yang mau berkunjung ke rumah mengeluh dengan kemacetan sebelum memasuki Bintaro. Bagi mereka, kemacetan adalah salah satu bentuk neraka. Kendati kadang dibuat stres olehnya, saya belajar untuk menempatkan kemacetan sebagai kursus kesabaran yang paling efektif. Dan, ternyata memang demikianlah adanya.

Kembali ke cerita awal tentang hari terbaik dalam kehidupan, Anda memang boleh punya pilihan hari yang lain. Namun, bagi saya karena hari ini adalah satu-satunya hari yang paling riil dalam kehidupan, maka inilah hari terbaik saya dalam kehidupan. Baik untuk dinikmati, untuk digunakan sebagai turning point perbaikan, tempat menabung bagi masa depan, menyayangi anak isteri, atau mulai mengumpulkan teman baik sebanyak-banyaknya.

Mirip dengan berada di tengah terowongan yang gelap gulita. Dibandingkan meratapi keputusan kenapa saya bisa sampai di sini. Atau berharap besok akan ada mukjizat bahwa terowongan penuh dengan sinar, lebih baik berhenti sejenak, melihat kiri kanan barangkali ada yang bisa dinikmati, kemudian baru berfikir bagaimana keluar dari sini.

Sayangnya, ada banyak sekali rekan yang pusing, stres bahkan ada yang sakit dibuat oleh ‘gelapnya terowongan’ kehidupan di masa krisis. Coba perhatikan alam sekitar Anda. Dari orang yang berjalan, suara yang Anda dengar, sampai bau yang masuk lewat hidung. Dengan sedikit ketrampilan merajut, hari ini bisa menjadi hari terbaik dalam kehidupan Anda.

Anda yang terkena PHK, menunggu mendapatkan pekerjaan, baru memulai usaha secara mandiri, atau dicampakkan oleh kenaikan harga bahan pokok yang sudah sangat tidak sopan lagi, dengan sedikit kreativitas, coba rajut lagi kehidupan.

Isteri rekan saya berhasil memasak banyak sekali menu baru yang enak tetapi hemat. Rekan saya yang dulu gemuk, sekarang langsing dan segar karena memakan banyak sayur. Sahabat saya yang kurang pergaulan, sekarang merasakan nikmatnya punya banyak teman setelah punya banyak waktu luang. Inilah rangkaian kegiatan yang saya sebut dengan merajut kembali hari ini sebagai hari terbaik.

1 comments: